Senin, 25 Mei 2015

Konsep Evaluasi Kesesuaian Lahan Pertanian

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

1.1Klasifikasi kesesuaian lahan
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo
kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan
lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable).
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan
tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail
(skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S)
dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2),
dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N)
tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh
terhadap produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya
dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih
banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor
pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak
swasta.
Kelas N Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang
sangat berat dan/atau sulit diatasi.
Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi
faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas
kondisi perakaran (rc=rooting condition).
Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya.
Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang
sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor
kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1
kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50
cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini
jarang digunakan.
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter
dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan
dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Sangat sesuai
Cukup sesuai
Sesuai marginal
tidak sesuai
1.2. Pendekatan dalam evaluasi lahan
Sistem evaluasi lahan yang digunakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (dulu bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat), Bogor adalah Automated Land Evaluation System atau ALES (Rossiter dan Van Wambeke, 1997). ALES merupakan suatu perangkat lunak yang dapat diisi dengan batasan sifat tanah yang dikehendaki tanaman dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan tentang evaluasi lahan. ALES mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteristics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman. Kriteria yang digunakan dewasa ini adalah seperti yang diuraikan dalam “Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian” (Djaenudin et al., 2003) dengan beberapa modifikasi disesuaikan dengan kondisi setempat atau referensi lainnya, dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil
(skala peta 1:50.000). Untuk evaluasi lahan pada skala 1:100.000-1:250.000 dapat mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000) (Puslittanak, 1997).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar