Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian
muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi
dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan
dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem
kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian
akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kawasan Hilal Subur di Asia Barat, serta Mesir dan India
merupakan lokasi awal pembudidayaan tanaman untuk mendapatkan hasilnya. Sebelum
aktivitas ini dimulai, manusia terbiasa mencari sumber makanan di alam liar.
Pertanian berkembang secara independen di berbagai tempat di dunia, yaitu di
China, Afrika, Papua, India, dan Amerika.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah
membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri.
Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama
yang dialami manusia.
Setiap bagian di dunia memiliki perkembangan penguasaan
teknologi pertanian yang berbeda-beda, sehingga garis waktu perkembangan
pertanian bervariasi di setiap tempat. Di beberapa bagian di Afrika dan Asia
Tengah masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang
telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap
berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara
dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu
mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
Asal-mula pertanian
Berakhirnya zaman es
sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih hangat dan
mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan bagi
perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil
dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan
dalam jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena
kegiatan perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat.
Berbagai teori dan hipotesis mengemuka mengenai bagaimana
manusia berpindah dari budaya berburu ke budaya bercocok tanam.
Hipotesis Oasis dikemukakan oleh Raphael Pumpelly pada tahun
1908 dan dipopulerkan oleh Vere Gordon Childe yang merangkum hipotesis tersebut
ke dalam buku Man Makes Himself. Hipotesis ini menyatakan bahwa ketika iklim
menjadi lebih kering, komunitas populasi manusia mengerucut ke oasis dan sumber
air lainnya bersama dengan hewan lain. Domestikasi hewan berlangsung bersamaan
dengan penanaman benih tanaman.
Hipotesis Lereng Berbukit (Hilly Flanks) dikemukakan oleh
Robert Braidwood pada tahun 1948 yang memperkirakan bahwa pertanian dimulai di
lereng berbukit pegunungan Taurus dan Zagros, yang berkembang dari aktivitas
pengumpulan biji-bijian di kawasan tersebut.
Hipotesis Perjamuan dikemukakan oleh Brian Hayden yang
memperkirakan bahwa pertanian digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa dan
dibutuhkan sebuah perjamuan besar untuk menarik perhatian dan rasa hormat dari
komunitas. Hal ini membutuhkan sejumlah besar makanan.
Teori Demografik diusulkan oleh Carl Sauer pada tahun 1952,
yang diadaptasikan oleh Lewis Binford dan Kent Flannery. Mereka menjelaskan
bahwa peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan oleh
lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa
dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk
mendapatkan makanan lebih banyak.
Hipotesis Evolusioner oleh David Rindos mengusulkan bahwa
pertanian merupakan adaptasi evolusi bersama antara tumbuhan dan manusia.
Diawali dengan perlindungan terhadap spesies liar, manusia lalu menginovasikan
praktek budi daya berdasarkan lokasi sehingga domestikasi terjadi.
Perkembangan Pertanian
Penggambaran pertian pada zaman Mesir Kuno
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli
prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di
daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada
waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan
suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini.
Daerah ini juga menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman budidaya (center
of origin) menurut Nikolai Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali
dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab
(chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).
Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis
tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza
sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet) mulai
didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan
kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel,
Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda mungkin telah dibudidayakan juga
secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang
terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan hulu
Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga
matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk
Indonesia, cenderung mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan
perburuan dan peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi
masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah kepulauan
Indonesia membawa serta teknologi budi daya padi sawah serta perladangan.
Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Terima kasih buat yang membuat Asal-Usul dan sejarah Perkembangan Pertanian di Indonesia.
BalasHapus